Minggu, 08 Oktober 2023

Kegagalan Presepsi Pada Iklan Shampoo Dove

Iklan dengan kegagalan presepsi merupakan iklan yang tidak berhasil menyampaikan pesan atau tujuannya dengan jelas kepada audiens atau khalayak-nya. Ini terjadi ketika audiens menginterpretasikan  iklan dengan cara yang tidak diinginkan, yang bisa mengakibatkan kebingungan, ketidakpuasan, atau bahkan ketidakberhasilan pada suatu iklan tersebut dalam mencapai tujuan pemasaran produk atau jasa yang ditawarkan.



Salah satu contoh kampanye yang mengalami kegagalan yang mencolok adalah kampanye “Bottlegate” yang dilakukan oleh merek Dove. Dove, merek kosmetik ternama yang dikenal dengan fokusnya pada kecantikan alami dan penerimaan diri, menghadapi sorotan negatif yang signifikan setelah meluncurkan kampanye “Bottlegate”. Kampanye ini dimaksudkan untuk mempromosikan keberagaman tubuh dan mendorong penerimaan diri dengan memperkenalkan berbagai bentuk botol sabun mandi Dove yang mewakili berbagai tipe tubuh wanita.

Namun, apa yang seharusnya menjadi kampanye yang menginspirasi dan membangkitkan kepercayaan diri malah berakhir dengan hujatan. Dalam artikel ini, saya akan membahas mengenai kampanye Bottlegate milik Dove yang berakhir dengan hujatan. Jadi, jika Anda ingin tahu lanjut mengenai campaign Bottlegate milik Brand Dove tersebut. Sebuah iklan untuk merek shampoo baru yang menampilkan model dengan rambut yang tampak begitu berkilau dan lebat setelah menggunakannya. Iklan ini menampilkan model yang tersenyum dengan ekspresi bahagia.

Iklan Dove juga mendapat reaksi negatif yang besar dari publik dan dianggap tidak peka terhadap isu-isu ras dan keberagaman. Banyak orang yang marah dan merasa bahwa iklan  tersebut meremehkan kecantikan orang-orang dengan kulit berwarna. Dove segera menarik iklan tersebut dan meminta maaf atas kontroversi yang timbul. Kontroversi "bottlegate" merupakan contoh bagaimana iklan yang tidak sensitif terhadap isu-isu sosial dengan keberagaman dapat menghasilkan dampak negatif yang besar dalam kampanye pemasaran. Hal ini juga menunjukan pentingnya mempertimbangkan pesan dan gambar yang digunakan dalam iklan agar tidak menyingggung atau merendahkan kelompok tertentu.

kegagaln Presepsi beberapa audiens menganggap bahwa model di iklan itu adalah seseorang selebriti terkenal yang biasanya memiliki rambut indah. Mereka menduga bahwa rambut model tersebut sudah cantik sejak awal, dan penggunaan shampoo tersebut tidak memberikan dampak yang signifikan. sebagai hasilnya, audiens merasa skeptis tentang klaim merek tersebut menduga dan tidak yakin apakah tersbeut benar-benar efektif 


Selasa, 26 April 2022

Makna Cover Album BTS "YOU NEVER WALK ALONE"

Desain album BTS atau Boyband yang terdiri dari tujuh pria berbakat yaitu Jin, Suga, J-Hope, RM, Jimin, V, dan Jungkook.  Bisa dibilang jadi salah satu idol Kpop yang paling sukses di mancanegara. Segudang penghargaan pernah disabet boyband bentukan BigHit Entertainment ini, seperti American Music Awards, Billboard Music Awards, IHeartRadio Awards, dan yang lainnya.

Tentunya kesuksesan BTS didukung oleh orang-orang di belakangnya, dalam hal ini tim desain album BTS. Soal desain, album BTS kerap dibuat oleh desainer yang berbeda-beda, mulai dari Studio XXX, Sangho Bang, ataupun Husky Fox, yang semuanya notabene berbasis di Korea.

Sejumlah Album BTS yang Dirancang oleh Studio XXX. Studio XXX adalah korean graphic design studio yang didirikan tahun 2007 oleh Jiyoon Lee. Sejumlah mini album ataupun full album BTS pernah dirancang oleh Studio XXX, seperti;

- You Never Walk Alone (2017)




Selain genre baru, konsep yang diusung BTS juga lebih berwarna. Dalam video klip Blood Sweat & Tears, BTS mengusung suasana dark nan suram. Sedangkan video klip Spring Day justru memperlihatkan suasana santai di pinggir pantai. Jungkook, Jimin, V, Suga, Jin, J-Hope, dan Rap Monster berkumpul dan menunjukkan kedekatan mereka. Permainan konsep yang selalu beda inilah yang bikin Army, sebutan fans BTS, selalu mengantisipasi comeback BTS. 

Lagu Spring Day, yang musik videonya dirilis penuh dengan simbiolisasi dan jalan cerita yang sangat menarik, memiliki kesan yang menenangkan. Dentingan piano berpadu dengan vokal khas dari 7 member BTS benar-benar memberi efek yang menentramkan sekaligus membawa pada kenangan-kenangan di masa lalu. 

Maksud dari 'YOU NEVER WALK ALONE' adalah meskipun seseorang meninggalkanmu, itu tak kan selamanya. Mereka akan selalu bersamamu, berjalan bersamamu, mendukungmu tiap saat. Hargai setiap momen kecil dihidupmu bersama orang orang yang kau cintai sebelum mereka pergi meninggalkan hidup ini.


Senin, 04 April 2022

Analisis Semiotika Simbol Kekuasaan Pada Desain Rumah Adat di Toraja

Suku Toraja adalah suku yang ada di bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia.
Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.
Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk Todolo.
Bugis, To Riaja, yang berarti orang yang berdiam di negeri atas.
Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909. Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya.

 Manusia sebagai makhluk budaya mengandung pengertian bahwa manusia menciptakan budaya dan kemudian budaya memberikan arah dalam hidup dan tingkah laku manusia.Terdapat hubungan yang mutlak antara manusia dengan kebudayaannya sehingga pada hakikatnya dapat disebut sebagai makhluk budaya.

Dengan demikian, penggunaan simbol dalam budaya, merupakan alat perantara yang berasal dari nenek moyang untuk melukiskan segala macam bentuk pesan pengetahuan kepada masyarakat, sebagai generasi penerus yang diwujudkan dalam tindakan sehari-hari mereka sebagai makhluk budaya, lantas diharapkan mampu memberi pemahaman bagi masyarakat penggunanya.Intinya, seperti perkataan Geertz , Makna hanya dapat ‘disimpan’ di dalam simbol. Hal yang sama pada kebudayaan suku Toraja, yang hingga sekarang tetap menjaga kebudayaan mereka agar tak tergerus zaman yakni ukiran


Rumah Adat Toraja (Tongkonan)

Rumah adat Tongkonan merupakan salah satu rumah tradisional masyarakat Toraja Provinsi Sulawesi Selatan. Tongkonan adalah rumah adat orang Toraja yang merupakan sebagai tempat tinggal, kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya orang Toraja. Dikutip dari buku Injil dan Tongkonan: inkarnasi, kontekstualisasi, transformasi (2008) karya Theodorus Kobong, Tongkonan berasal dari kata tongkon yang berati "duduk", "menyatakan belasungkawa". Tongkonan berati tempat duduk, rumah, teristimewa rumah para leluhur, tempat keluarga bertemu untuk melaksanakan ritus-ritus adat secara bersama-sama, baik ART maupun ARS. Bangunan Tongkonan bukan sekedar rumah adat, bukan sekedar rumah keluarga besar, tempat orang memelihara persekutuan kaum kerabat. Apabila sepasang suami istri membangun rumah, pada prinsipnya sebuah Tongkonan telah lahir, walupun tidak dengan sendirinya setiap rumah harus menjadi Tongkonan.

Ukiran dan simbol yang ada pada Tongkonanuntuk menunjukkan konsep keagamaan dan sosial suku Toraja yang disebut Pa'ssura (tulisan). Oleh karena itu, ukiran dan simbol padaTongkonan merupakan perwujudan budaya Toraja dengan makna filosofi magis spiritual yang dalam di kehidupan mereka. Sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Sande (1989:1) menyatakan, ukiran Toraja mengandung arti dan nilai-nilai kehidupan dan berhubungan erat dengan falsafah hidup orang Toraja sesuai dengan kosmologi Aluk Todolo.Sekitar 67 jenis ukiran serta simbol yang menghiasi dinding bangunan tersebut, setiap ukiran dan simbol mempunyai makna yang berbeda-beda, sesuai dengan filosofis yang dipegang teguh oleh Suku Toraja. Dalam penelitian, dari 67 ukiran yang ada di Tongkonanakan dikerucutkan menjadi 4 ukiran dasar yang biasanya digunakan saat mengukir rumah adat suku Toraja, tepatnya di Tongkonan Layuk. Keempat
ukiran tersebut adalah Pa’ Barre’ Allo, Pa’ Manuk Londong, Pa’ Tedong, dan Pa’ Sussu’. Empat ukiran inilah yang menjadi peyangga utama dari semua ukiran yang ada. Peneliti ingin melihat bagaimana karya tangan tersebut dapat memengaruhi masyarakat Toraja dalam kehidupan sehari-hari.

Konsep Analisis Semiotika

Pengunaan kata semiotika lebih banyak digunakan daripada semiologi. Dalam berkomunikasi tidak hanya dengan bahasa lisan saja namun dengan tanda tersebut juga dapat berkomunikasi. Ada atau tidaknya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu, suatu kebiasaan semua itu dapat disebut tanda. Sebuah bendera, sebuah isyarat tangan, sebuah kata, suatu keheningan, gerak syaraf, peristiwa memerahnya wajah, rambut uban, lirikan mata dan banyak lainnya, semua itu dianggap suatu tanda .

Masyarakat selalu bertanya apa yang dimaksud dengan tanda? Banyak tanda dalam kehidupan sehari -hari kita seperti tanda-tanda lalu lintas, tanda-tanda adanya suatu peristiwa atau tanda-tanda lainnya. Semiotik meliputi studi seluruh tanda -tanda tersebut, sehingga masyarakat berasumsi bahwa semiotik hanya meliputi tanda-tanda visual . Di samping itu, sebenarnya masih banyak hal lain yang dapat kita jelaskan, seperti tanda yang dapat berupa gambar, ukiran, lukisan, dan foto sehingga tanda juga termasuk dalam seni dan fotografi

Di dalam lingkup semiotika, Peirce seringkali mengulang-ulang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Artinya, sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi disebut ground oleh Peirce. Rumusan yang mengimplikasikan, makna sebuah tanda dapat berlaku secara pribadi, sosial atau bergantung pada konteks khusus tertentu. Tanda atau sign adalah bentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia padasesuatu yang merujuk hal lain di luar tanda disebut dengan representamen yang berfungsi sebagai tanda

Sebagian masyarakat Toraja memiliki griya yang berukir, dengan aneka gambar abstrak disertai dengan paduan warna hitam, merah, kuning, dan putih. Namun demikian, ternyata sebagian masyarakat di Tana Toraja tak mengetahui makna dari ukiran yang ada pada Tongkonan. Kemudian, berapa jumlah Tongkonan yang ada daerah penelitian penulis, Kecamatan Malimbong-Balepe’. Pertanyaan itulah yang akan menjadi fokus penelitian penulis selama berada di Tana Toraja.

Ketiga Tongkonan tersebut mempunyai kewajiban sosial yang bertingkat-tingkat dalam lingkungan budaya masyarakat Toraja. Duabelas ibu inilah yang membangun Kecamatan Malimbong-Balepe’. Jumlah pastinya tak bisa dihitung secara pasti sebab, tiap tahun bahkan bulan masyrakat sekitar membangun Tongkonan untuk menaikkan status sosial mereka.

Ukiran ini menjadi umum namun yang membedakan ukiran tersebut dari Tongkonan yang lain ialah Pa’sussu’. Biasayanya ukiran ini tak sembarang dipasang pada Tongkonan, hanya golongan tertentu saja yang boleh memakianya, seperti Tongkonan Layuk atau Pekaindoran. Ada 4 warna yang digunakan untuk mewarnai ukiran, yaitu merah,hitam, kuning dan putih. Warna tersebut diambil dari alam yaitulitak yang disebut litak mararang, litak mariri, litak mabusa, dan litak malotongHitam menjadi dasar tiap passura’ pada Tongkonan, karena kehidupan setiap manusia diliputi oleh kematian.

Selasa, 22 Maret 2022

Tugas kedua Kajian Seni Rupa dan Desain - Penanda dan Tinanda (Signifier dan Signified) dari Ferdinand de Saussure.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu sering melihat dan menemukan berbagai hal dari yang terlihat kasat mata seperti benda dan warna; hingga hal-hal yang tidak begitu tampak jelas seperti gerak-gerik dan sikap orang lain. Mungkin hal-hal itu bukan lagi hal yang asing kita temui sehingga kita tidak terlalu memikirkan makna di baliknya, namun tahukah Anda kalau hal-hal tersebut bisa saja memiliki tanda dan arti tersendiri? Pada pembahasan kali ini, kita akan mengulas mengenai teori semiotika yang berisi kajian tanda dari Ferdinand de Saussure.

PENGERTIAN SEMIOTIKA 

    Seperti yang telah diulas sedikit, semiotika adalah kajian ilmu mengenai tanda yang ada dalam kehidupan manusia serta makna dibalik tanda tersebut. Ada beberapa pendapat mengenai asal individualized organization semiotika yang keduanya dari bahasa Yunani, pertama adalah seme yang berarti "penafsiran tanda", sedangkan yang kedua adalah semeion yang berarti "tanda". Pada perkembangannya, terdapat beberapa ahli yang mengkaji semiotika dalam studi mereka dan menciptakan teori-teori semiotika, salah satunya adalah Ferdinand de Saussure. 

Semiotik atau semiologi sama-sama mempelajari tanda, menurut Pateda (2001:28) tanda bermacam-macam asalnya, ada tanda yang berasal dari manusia yang berwujud lambang dan isyarat misalnya "orang yang mengacungkan jari telunjuk bermakna ingin bertanya". Ada tanda yang berasal dari hewan misalnya; "burung Kuak menukik di depan rumah tanda akan mendapat musibah", dan ada tanda yang diciptakan oleh manusia, misalnya; rambu-rambu lalu lintas, serta ada pula tanda yang dihasilkan oleh alam, misalnya; "langit mendung menandakan hujan akan turun". 

Semiotika memecah‐mecah kandungan teks menjadi bagian‐bagian, dan menghubungkan mereka dengan wacana‐wacana yang lebih luas. Sebuah analisis semiotik sistem pesan dimana ia beroperasi. Sebagai sebuah metode, semiotika bersifat interpretatif dan, konsekuensinya, sangat subjektif. Semiotika memiliki kelemahan. Kelemahan utama semiotika adalah kecenderungan berfokus hanya pada struktur makna dan memperlakukan manusia sebagai unsur pasif. Semiotika cenderung mengabaikan fakta bahwa manusia selalu
menciptakan makna baru. Saussure menggunakan pendekatan anti-historis yang melihat bahasa sebagai sistem yang utuh dan harmonis secara internal (language).  Ia mengusulkan teori bahasa yang disebut “strukturalisme”.

Beliau menerangkan bahwa setiap tanda bahasa terdiri atas dua sisi. Sisi pertama disebut imaji bunyi (a sound picture) yang berdiri sebagai penanda. Sementara, sisi kedua yang berperan selaku petanda dinamakan konsep. Mudahnya, saat mendengar atau mengucapkan customized organization laut, kita dapat langsung membayangkan konsep laut di dalam benak: berombak, luas, dalam, dan dekat dengan pantai, misalnya. Kita bisa lihat bahwa penanda memicu petanda. Namun, petanda play on words dapat memicu munculnya penanda. Ketika konsep laut sudah terbayang di dalam kepala, kita mampu mengucapkan imaji bunyi l-a-u-t.

Penanda dan petanda berhubungan. Lebih dari itu, perlu digarisbawahi bahwa keduanya memiliki relasi yang arbitrer. Artinya, imaji bunyi dan konsep sebagai tanda bahasa berhubungan secara manasuka atau sewenang-wenang. Dalam bahasa Indonesia, kita menyebut laut untuk merujuk pada sesuatu yang berombak, luas, dalam, dan dekat dengan pantai. Lain halnya dengan bahasa Inggris yang mengenal individualized organization ocean. Meskipun imaji bunyinya berbeda, keduanya memiliki petanda yang serupa.

Pandangan beliau mengenai bahasa sebagai tanda dianggap sebagai tonggak perkembangan semiotika. Di luar itu, Ferdinand de Saussure juga mengemukakan temuan-temuan menarik lainnya, seperti konsep parole dan langue, telaah diakronis dan sinkronis, serta hubungan sintagmatis dan paradigmatis. Kita bisa lihat bahwa gagasan-gagasan Saussure mengenai bahasa sering kali dikaji secara dikotomis. 

Signifier dan Meant yang cukup penting dalam upaya menagkap hal pokok pada teori Saussure adalah prinsip yang mengatakan bahwa Bahasa itu adalah suatu framework tanda, dan setiap tanda itu tersususun dari dua bagian, yakni signifier (penanda) dan meant (petanda). Menurut Saussure Bahasa itu merupakan framework tanda(sign) dengan individualized structure lain, penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna. Jadi, Bahasa adalah aspek material dari Bahasa apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis dan dibaca. Petanda adalah aspek material Bahasa. Yang mesti diperhatikan adalah bahwa tanda yang konkret, kedua unsur tadi tidak bisa di pisahkan.
pandangan dari Saussure yang dikemudian hari menjadi peletak dasar dari strukturalisme Levi-Strauss, yaitu seperti pandangan tentang :

a. Signifier (penanda)
    Pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran seseorang. Sedangkan meant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran seseorang 
Contoh: signifier runtutan bunyi masjid berarti signifiednya adalah
rumah ibadah umat islam

b. Langue dan Parole
    Dalam bukunya Caurse De linguistiq generale, Ferdinand de saussure mewariskan mengenai paradigma langue dan parole. Dalam mata De Sasussure, bahasa dibedakannya menjadi tiga istilah yaitu: langage, langue, dan parole. Langage adalah bahasa pada umumnya, yang menyangkut semua bahasa, karena ilmu bahasa tidak terbatas pada penelitian satu bahasa atau beberapa bahasa, melainkan mencakup semua bahasa di dunia yang mencoba

Demikianlah pembahasan mengenai Teori Semiotika Ferdinand De Saussure. Semoga informasi dalam pembahasan ini dapat berguna bagi Anda yang mencari kajian semiotika, khususnya semiotika linguistik atau semiologi dari Ferdinand de Saussure, berikut konsep-konsep yang ada di dalamnya.

Kegagalan Presepsi Pada Iklan Shampoo Dove

Iklan dengan kegagalan presepsi merupakan iklan yang tidak berhasil menyampaikan pesan atau tujuannya dengan jelas kepada audiens atau khala...